“Serius??”, ucapku tak percaya ketika
laki-laki yang kukenal sejak 2 minggu yang lalu itu mengaku pernah mencicipi
salah satu jenis narkoba.
“Awalnya ditawari teman waktu nongkrong
bareng. Karena penasaran, aku pun ikut mengkonsumsi barang haram itu”, Mas De
melanjutkan cerita sambil mengupas mangga untukku. Cukup frontal juga orang ini
berbagi pengalaman pahitnya padaku yang bisa dibilang masih “asing” baginya.
Namun
beberapa ciri fisik Mas De memang menunjukkan bahwa ia pengguna zat terlarang.
Matanya merah, tingkat konsentrasinya berkurang, temperamen tinggi sehingga
mudah tersinggung. Ia mengungkapkan bahwa dengan mengkonsumsi zat tersebut
dapat sejenak melupakan beban dalam kehidupan. Hal ini tentu sangat disayangkan
mengingat ia adalah salah satu mahasiswa berprestasi di kampusnya.
Dok: BNNK Sleman |
“Semua kampus di Jogja, baik dengan
status negeri maupun swasta pernah terjerat kasus penyalahgunaan narkoba”,
terang Kepala BNN kabupaten Sleman, AKBP Siti Alfiah S.Psi., SH., MH dalam
Forum Komunikasi Anti Narkoba Berbasis Media Online Bagi Netizen dalam Rangka
Diseminasi Informasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkoba oleh @bnnksleman , @lensa_bnn , @bnn_cegahnarkoba , dan @bnnp_diy
di Yogyakarta (05/12/2018).
Lingkaran pertemanan
(tak terkecuali dalam lingkup pendidikan) memang selalu membawa dampak besar
dalam proses menikmati kehidupan. Menurut hasil survei Badan Narkotika Nasional
(BNN) dan Universitas Indonesia (UI) tahun 2017 di 34 provinsi, jumlah
penyalahgunaan narkoba di Indonesia sebesar 3,3 juta orang, sementara dalam 1
hari 30 orang meninggal dunia akibat overdosis. Persebarannya cukup beragam,
dari lingkungan kerja sebesar 2 juta orang (59,3%), lingkungan pendidikan
800.000 orang (23,7%), dan lingkungan masyarakat 573.000 orang (17%).
Teringat saat duduk di
bangku kelas 8, para siswa dihadapkan pada mata pelajaran ilmu pengetahuan
alam. Di dalamnya kita belajar untuk mengetahui tentang zat aditif, termasuk
narkotika dan psikotropika. Bahkan rokok dan minuman beralkohol juga mengandung
zat psikotropika. Padahal tak sedikit pelajar dan mahasiswa yang menjadikan
kedua jenis barang tersebut sebagai sarana penawar stress. Dengan pengetahuan
tentang zat aditif, lingkungan pendidikan sudah seharusnya menjadi tameng anti
narkoba, bukan sarana pendukung penyalahgunaan narkoba.
Dok: BNNK Sleman |
Terkadang para pengguna
terjebak mitos bahwa “narkoba ada yang berbahaya dan ada yang tidak berbahaya”.
But the fact, semua jenis narkoba
berbahaya jika digunakan tidak sesuai porsinya. Jika berbicara soal sosialisasi
pencegahan penyalahgunaan zat terlarang, tentu pelajar dan mahasiswa berada di
garis depan. Tetapi mengapa mereka pula yang menyebabkan angka penyalahgunaan
narkoba meningkat drastis?
Dok: BNNK Sleman |
Life
is the choice. Semua orang dapat mengendalikan
hidupnya sendiri. Demikian pula dengan pilihannya untuk melupakan beban pikiran
dengan berbaur bersama narkoba. So, tindakan preventif paling tepat justru
berasal dari hati masing-masing individu. Seperti Mas De, setelah beberapa kali
mengikuti sosialisasi anti narkoba, memilih kawan yang tak menjerumuskannya,
serta berbekal niat untuk berbenah dirinya mulai melupakan zat berbahaya
tersebut. Bahkan ketika terakhir kali bertemu kembali dengannya, ia sudah
benar-benar tidak berhubungan dengan narkoba. Prestasi baik tersebut tentu
menjadi panutan bagi keluarga dan sahabatnya, bahkan salah satu teman yang dulu
mengenalkannya dengan narkoba kini ikut menjauhi perusak generasi bangsa
tersebut.
Saya bergidik membayangkan ini, mbak. Dulu ketika masih gadis tidak pernah kepikiran soal pergaulan tak berbatas seperti ini. Setelah punya anak baru terasa betapa besarnya tantangan zaman.
BalasHapusAnak dan remaja memang riskan terdampak pergaulan ya Mbak. Memang sebaiknya pendidikan anti narkoba juga mulai ditanamkan sejak dini.
Hapussemoga bangsa indonesia bisa lepas dari belenggu narkoba ya ka, sangat disayangkan yang sering mengkonsumsi narkoba adalah orang yang masih muda dan produktif.
BalasHapusCetak Brosur Jakarta
Semoga Kak
Hapus