Hampir satu tahun kita berada di masa
pandemi. Apakah sudah terbiasa? Atau justru bosan dan merasa tidak tahan? Yaps,
kondisi sekarang memang masih menyisakan PR yang tak mudah diselesaikan.
Kegiatan ekonomi belum sembuh total, nakes mulai kewalahan, dan diperparah oleh
masyarakat yang sulit patuh terhadap protokol kesehatan. Lalu bagaimana
solusinya? Mulai dari diri sendiri!
Berdasarkan data dari
Kementerian Kesehatan, jumlah kasus positif hingga tanggal 5 Oktober ini
mencapai 307.120 orang. Bersyukur, 232.593 orang sudah dinyatakan sembuh.
Namun, 11.253 orang tak terselamatkan. Kondisi tersebut terbilang
memprihatinkan. Untuk menekan angka positif tersebut dibutuhkan kolaborasi
seluruh lapisan, mulai dari pemerintah, tenaga kesehatan, relawan, pengusaha
dan masyarakat umum.
Seminar
Online Bareng Blogger
Tanggal 30 September
kemarin aku mengikuti Seminar Online Bareng Blogger di Masa Pandemi “Yuuk
Disiplin… COVID-19 Ambyar”. Ada beberapa narasumber yang memberikan pemaparan
tentang bersikap bijak menyongsong tata kehidupan baru (new normal).
Coronavirus
Disease-2019 (COVID-19) merupakan penyakit baru yang dapat menyebabkan
terjadinya gangguan pernapasan dan radang paru. Penyebabnya adalah infeksi
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-2).
Yuk
Proteksi Diri dengan Melakukan 3M
Upaya untuk menghindari
penyebaran virus yang mewabah ini adalah dengan penerapan protokol kesehatan.
Dalam seminar tersebut, Direktur Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat, dr.
Riskiyana S. Putra M.Kes mengajak seluruh masyarakat agar lebih peduli dan bisa
menyesuaikan diri tanpa menunggu perintah. Singkatnya, masyarakat dihimbau
melakukan 3M:
- Memakai
Masker
- Mencuci
Tangan
- Menjaga
Jarak
Namun persepsi risiko masyarakat terhadap penggunaan masker masih rendah. In real life, aku sendiri sering menemukan orang yang enggan menggunakan masker. Beragam alasan muncul. Mulai dari gerah, tidak nyaman, tidak terbiasa, malas, hingga sulit merokok saat mulut tertutup. Pihak berwenang sudah sering melakukan patrol dan mengamankan, namun tak jarang masyarakat melawan atau tak acuh.
Taat himbauan, sebagian
besar ruang publik sudah menyediakan tempat cuci tangan di era normal baru ini.
Saat pergi ke pasar, supermarket, tempat ibadah, gedung layanan publik, hingga
tempat wisata, aku menemukan tempat cuci tangan di setiap sudut. Bahkan ada
petugas khusus yang mengarahkan pengunjung agar patuh sembari mengecek suhu
tubuh pengunjung. Hal ini tentu mendorong masyarakat lebih patuh untuk menjaga
kebersihan diri dan lingkungannya. Yeah, meski tak jarang ada orang yang bandel
atau merasa (selalu) dalam keadaaan aman.
Hasil Survei Online
Kepatuhan Masyarakat oleh Balitbangkes Kemenkes (2020) menyebutkan bahwa 50%
responden sulit menjaga jarak dengan orang lain yang dikenalnya. Tak perlu jauh
membuktikan, orang-orang di sekitarku pun begitu adanya. Tak hanya dalam
lingkup kecil, aku beberapa kali “ditegur
karena jaga jarak”. Iya, ditegur karena jaga jarak. Pertama, saat mengambil
pesanan di minimarket tak jauh dari rumah. Seorang ibu melirikku, kemudian
berkata “Mbak, maju lagi, jaraknya terlalu lebar”. Padahal saat itu aku hanya
menjaga jarak sekira 1 meter sesuai kapasitas ruangan.
Membentuk
Disiplin Protokol Kesehatan
Berkaitan dengan hal
tersebut, pembicara kedua, Ibu Dr. Rose Mini A.P., M.Psi yang akrab disapa
Bunda Romi menyebutkan alasan masyarakat belum sepenuhnya menerapkan protokol
kesehatan. Berikut faktor internal dan eksternal yang menyebabkan sebagian
masyarakat belum patuh protokol kesehatan:
Faktor internal
mencakup moral virtue dan proses belajar. Moral virtue di sini meliputi empati,
suara hati, kontrol diri, kemauan, tenggang rasa, dan keadilan. Segala sikap
positif di atas harus ditanamkan sejak dini. Orang yang memiliki empati tentu
akan lebih aware terhadap diri sendiri dan orang lain. Dalam bingkai pandemi,
orang dengan empati yang baik akan mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga
jarak dengan sendirinya.
Proses belajar juga
memeprngaruhi sikap seseorang. Usia, pendidikan, budaya, dan kebiasaan akan
membawa dampak kepada seseorang. Misalnya orang yang sejak kecil diberi contoh
agar selalu menjaga kebersihan, dalam segala kondisi (tak hanya pandemi) orang
tersebut akan rajin mencuci tangan.
Faktor eksternal
dilihat dari penerapan aturan baku dan contoh serta konsekuensi. Aturan
pemerintah yang ketat akan membawa masyarakat lebih peduli. Pun contoh yang
diberikan oleh tokoh berpengaruh akan berdampak. Namun demikian, keluarga
sebagai tingkatan terkecil harus bisa menjadi garda depan yang taat protokol
kesehatan. Saling mengingatkan antar anggota keluarga dan beri contoh serta
pemahaman lebih untuk anak.
Peran Pegiat Sosial Media di Masa
Pandemi
Narasumber
ketiga dalam Seminar Online Bareng Blogger kali ini adalah Wardah Fajri,
S.I.Kom yang merupakan founder Bloggercrony Community. Menurut Mbak Wawa,
sapaan akrab Mbak Wardah, blogger memiliki peran yang luar biasa dengan edukasi
kepada diri sendiri dan keluarga, lalu menyebarkannya lewat sosial media.
Selanjutnya,
Mbak Wawa menambahkan bahwa “stay connected” dengan orang lain bisa membuat
kita tetap waras. Caranya mudah, yaitu dengan saling memberi kabar dengan
keluarga, circle, dan komunitas. Dengan demikian kita tidak akan merasa
sendiri, melainkan lebih kuat dan pantang menyerah.
Posting Komentar
Posting Komentar