Masih adakah yang menganggap bahwa kusta adalah penyakit kutukan? Ternyata stigma negatif seperti ini masih beredar di kalangan masyarakat. Hal itu disampaikan oleh Ibu Elly Novita, S.KM, MM, Wakil Ketua Pokja 4, TP PKK kabupaten Tegal dalam live streaming YouTube Kantor Berita Radio (KBR) dan NLR Indonesia “Gaung Kusta Bersama Babinsa dan PKK”, 14 Juni 2023. Dalam acara ini turut hadir Kapten Inf Shokib Setiadi, Pasiter Kodim 0712/Tegal.
Stigma Negatif Kusta
Dari pengalaman Ibu Elly yang sudah terbiasa terjun ke masyarakat, beliau
menemukan ragam stigma negatif tentang penyakit kusta. Mulai dari penyakit
kutukan, penyakit keturunan, hingga anggapan yang salah mengenai cara penularan
kusta. Katanya bersentuhan atau berjabat tangan dengan penyintas kusta bisa
langsung tertular. Benarkah seperti itu? Simak penjelasan lengkap tentang kusta
di artikel ini sampai selesai, ya!
Sebelumnya Ibu Elly dan Bapak Shokib mengikuti roadshow edukasi kusta di
Slawi, Tegal. Event tersebut merupakan kerja sama NLR Indonesia dengan berbagai
komunitas, termasuk Babinsa dan PKK. Bersyukur, event ini menjadi celah positif
yang membuka wawasan baru bagi komunitas dan para peserta.
Ibu Elly merasa senang bisa ikut roadshow tersebut. Beliau mendapatkan informasi
penting dan valid yang berguna untuk disosialisasikan kembali ke masyarakat.
Menurut Ibu Elly, kader PKK harus dilatih terlebih dahulu tentang bagaimana
cara mendeteksi kusta.
“Kegiatan ini sangat luar biasa. Kita termasuk Babinsa lebih mengerti. Penyakit kusta ini harus diedukasi kepada masyarakat yang dikemas dengan bahagia sehingga stigma kusta (menakutkan) jadi hilang,” kata Bapak Shokib mengawali live streaming yang dipandu oleh Rizal Wijaya.
Fakta Tentang Kusta
Indonesia memiliki jumlah kasus kusta tertinggi ketiga di dunia. Selama
10 tahun terakhir ada 18.000 kasus yang tersebar di berbagai daerah. Parahnya
lagi, penyakit kusta bisa menimbulkan disabilitas. Itulah mengapa sosialisasi
kusta sangat diperlukan hingga ke tingkat paling bawah, yaitu keluarga.
Penyakit kusta disebabkan oleh infeksi kuman atau bakteri mycobacterium
leprae. Bakteri ini biasanya menyerang kulit, mata, hidung, dan saraf perifer. Namun
tenang saja, penyakit kusta tidak mudah ditularkan dari satu orang ke orang
lainnya. Faktor risiko seseorang terkena kusta yaitu tinggal di daerah endemik,
kontak erat dalam waktu lama dengan penyintas kusta, dan tidak memiliki akses
air bersih yang cukup.
Gaung Kusta KBR dan NLR |
Peran PKK dalam Menurunkan Angka Kasus Kusta
Ibu Elly dan kader PKK lainnya sudah dibekali dengan edukasi lengkap
tentang kusta. Selanjutnya PKK bertugas menyampaikan informasi tersebut kepada
masyarakat, khususnya ibu-ibu. Dari cerita Ibu Elly, sebenarnya masyarakat di
sekitarnya sudah mengenal penyakit kusta, tetapi memang masih terpapar mitos
atau hoax.
Ada beberapa kendala yang dihadapi Ibu Elly dan tim. Pertama yaitu
anggapan keliru atau stigma negatif kusta. Ibu Elly pun mencoba menghilangkan
stigma negatif tersebut dengan bekal informasi dari tenaga kesehatan di
puskesmas setempat.
Ibu Elly mulai memberikan edukasi tentang pengertian kusta, cara
penularannya, cara mencegah, hingga cara pengobatannya. Beliau selalu
menekankan agar masyarakat tidak takut karena penularan kusta itu tidak
langsung, harus kontak sekian lama. Jika terlanjur kena pun pengobatannya
gratis (dijamin oleh pemerintah).
“Jika ada yang terdeteksi kusta, keluarga yang serumah diberi obat untuk upaya pencegahan,” terang Ibu Elly.
Babinsa Bekerja Sama Dengan Tenaga Kesehatan
Babinsa atau Bintara Pembina Desa merupakan unsur pelaksana koramil TNI
yang bertugas di wilayah desa/kelurahan. Tugas utamanya yaitu memelihara
keamanan, ketertiban, dan membantu mengembangkan potensi desa melalui program
pembinaan. Tak heran jika Babinsa juga sering melakukan edukasi kesehatan,
termasuk stunting dan kusta.
Babinsa yang sudah mendapatkan informasi pada roadshow edukasi kusta
selanjutnya akan bekerja sama dengan puskesmas untuk melakukan sosialisasi
di masyarakat. Babinsa akan berfokus
pada edukasi pencegahan penyakit kusta dan motivasi agar penyintas mau berobat
rutin agar cepat sembuh.
Menurut Bapak Shokib, harus ada pendekatan khusus dalam edukasi ke
masyarakat ini. Pasalnya masyarakat masih mudah terpengaruh dengan stigma negatif
dan berita yang tidak jelas sumbernya. Oleh karena itu Babinsa siap memberikan
edukasi berkelanjutan agar angka kasus kusta semakin berkurang.
Semoga dengan adanya peran Babinsa dan PKK dalam edukasi kusta ini bisa
mengurangi stigma negatif yang beredar di masyarakat. Harapannya masyarakat
bisa lebih peduli kepada penyintas, misalnya dengan mengingatkan untuk berobat
rutin atau minimal tidak menjauhi penyintas (karena takut tertular).
Semoga masyarakat juga makin rajin menjaga kebersihan guna menghambat penyebaran kusta. Setelah membaca artikel ini, apakah masih takut berjabat tangan dengan penyintas kusta?
Posting Komentar
Posting Komentar