![]() |
Gambar: Cinta Bumi Artisans |
Siapa nih yang masih suka bilang “nggak punya baju” padahal lemarinya penuh? Wah wah wah, nggak takut bajunya jadi sampah sebelum dipakai secara maksimal? Misal tiba-tiba kekecilan, udah nggak ngetren, atau kamu udah berubah selera fashion. Awas jadi ladang pemborosan uang dan nambahin sampah fashion, lho.
Aku sendiri udah menerapkan prinsip “beli ketika butuh” dan “beli ketika sangat ingin”. Beberapa tahun terakhir aku hanya beli baju untuk kebutuhan seragam dan pakaian khusus hamil saja. Kalau alasan “sangat ingin” masih bisa direm. Hampir 90% isi keranjang marketplace punyaku nggak di-checkout. Cuma nangkring aja karena keinginan sesaat, laper mata.
Beruntung Jumat lalu (28/02), aku berkesempatan ikut Online Gathering bersama Eco Blogger Squad dan Cinta Bumi Artisans dengan tema “Fashion Reimagined: Upcycling Waste info Wearable Art”. Acara ini menghadirkan 2 narsum inspiratif, kak Margaretha Mala (Ketua Komunitas Tenun Segadok) dan kak Novieta Tourisia (Founder Cinta Bumi Artisans). Keduanya memberikan banyak ilmu baru dan tips upcycling waste.
Apa Itu Upcycling Waste?
Upcycling berasal dari kata upcycle. Mungkin kamu pernah dengar tentang prinsip 3R yaitu reduce, resume, recycle. Prinsip recycle adalah menghancurkan barang asli, lalu digunakan kembali untuk membuat barang baru. Misalnya botol bekas yang dihancurkan untuk membuat kantong kresek. Nah, kalau upcycle adalah mengubah suatu barang agar menjadi lebih bermanfaat atau lebih bernilai tanpa menghilangkan bentuk asli barang tersebut. Misalnya kaleng bekas yang dihias sebagai pot tanaman atau botol bekas yang dihias menjadi vas bunga.
Apa Manfaat Upcycling Waste?
- Mengurangi Sampah
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan 19,56 juta ton sampah selama tahun 2023. Sementara 39,1% diantaranya berasal dari rumah tangga.
- Pengeluaran Lebih Hemat
Menambah nilai atau manfaat dari suatu barang yang sudah dimiliki pasti akan mengurangi konsumsi. Misalnya kamu punya tas model jadul, lalu dimodifikasi dengan kain tenun yang diikat ke bagian handle, tas ini bisa jadi lebih keren. Kamu yang awalnya ingin beli tas baru, jadi menunda keinginan tersebut. Hemat bukan?
- Menjaga Kelestarian Lingkungan
Menunda pembuangan satu barang yang sulit terurai punya dampak besar untuk kesehatan tanah dan lingkungan. Jika lebih banyak barang yang kita manfaatkan kembali, lingkungan semakin bersih dan udara segar.
Tenun Dayak Iban dan Budaya Nakar
![]() |
Gambar: Margaretha Mala |
Ngomongin tenun, pasti identik dengan kain tradisional, ya. Padahal kain tenun bisa mix and match dengan berbagai model fashion. Sekarang banyak kain tenun berbentuk dress, sarimbit, jaket, selimut, selendang aksesori baju, outer, ID card holder, dompet, tas, pouch, laptop sleeve, hingga sarung bantal. Jadi memakai tenun bukan lagi hal yang “norak”, justru kerena turut melestarikan budaya.
Kain tenun yang sering dibuat oleh suku Dayak Iban adalah pilu, sidan, songket, dan pilih. Untuk motifnya sudah beragam. Yang paling menarik buatku, suku Dayak Iban punya kebun etnobotani yang berisi berbagai macam tumbuhan bermanfaat, baik untuk kehidupan sehari-hari maupun proses produksi tenun. Jadi ada sumber daya terbarukan yang selalu diupayakan.
Kain tenun berasal dari lembaran-lembaran benang yang sudah dicampur pewarna alami. Pewarna ini berasal dari tumbuh-tumbuhan di sekitar rumah betang, kebun, dan hutan. Jenis tumbuhan yang bisa digunakan misalnya rengat akar, rengat padi, mengkudu, durian, pepaya, dll, Kalau ditelaah lebih jauh, proses pemilihan warna alami ini juga sebagai upaya konservasi tumbuhan dan mengurangi pencemaran lingkungan akibat pewarna pakaian sintetis.
FYI, proses pembuatan tenun bukan sekadar produksi kain, melainkan juga proses nakar (perminyakan) yang erat dengan budaya lokal. Dari kak Margaretha Mala, aku baru tau kalau proses nakar adalah pemberian protein pada benang dengan tujuan mengikat warna agar lebih tahan lama. Bahan yang digunakan dalam proses ini meliputi lemak labi-labi, lemak ular, lemak ikan, buah kelapa busuk, buah-buahan, biji-bijian, dan berbagai macam bunga.
![]() |
Gambar: Margaretha Mala |
Uniknya, proses nakar ini tidak bisa dilakukan oleh perempuan yang sedang hamil dan menstruasi. Nakar juga tidak bisa dilakukan ketika ada orang yang meninggal dunia. Lebih lanjut, proses nakar hanya bisa dilakukan di luar rumah dan benang yang sudah dinakar harus dijaga ketat.
Proses nenun suku Dayak Iban masih dilakukan secara manual, bukan menggunakan mesin. Tak heran kalau produksinya bisa berbulan-bulan. Untuk biaya adopsi (harganya) juga berkisar antara 300 ribu sampai puluhan juta rupiah. Sebanding dengan prosesnya yang lama dan membutuhkan banyak tangan, ya…
Praktik Membuat Ecoprint Pada Totebag
![]() |
Gambar: Cinta Bumi Artisans |
Aku sebenarnya sudah tak asing dengan produk ecoprint. Aku pernah ikut kelas membuat ecoprint sederhana dari daun-daunan di sekitar. Makanya excited banget ketika ada praktik membuat ecoprint bersama teman-teman #EcoBloggerSquad . Praktik ini dipandu oleh kak Novi dan kak Hana dari Cinta Bumi Artisans.
Ada yang menarik dari proses pembuatan ecoprint komunitas Cinta Bumi Artisans ini. Kalau biasanya orang membuat ecoprint dengan bahan-bahan baru, Cinta Bumi Artisans juga mengajak kita membuat ecoprint pada kain yang sudah dimiliki. Misalnya baju bekas layak pakai, Totebag, atau bahan lain yang masih bisa digunakan. Yap, sesuai prinsip Upcycling.
Bahan daun dan bunga untuk membuat ecoprint juga mudah ditemukan. Kita bisa ambil saja dan dan bunga di sekitar rumah. Misalnya daun jati, daun jambu biji, daun mangga, bunga kamboja, dll.
Aku mau membagikan step by step ecoprinting, ya. Kamu juga bisa mencoba praktik di rumah. Untuk jenis kain yang bisa digunakan misalnya katun, sutra, linen, rami, dll.
- Scouring: pencucian kain menggunakan air panas dan sabun alam (lerak, sabun minyak kelapa, atau kemiri) untuk membuka pori serat kain.
- Mordanting: proses memampukan serat kain agar bisa menyerap dan mengikat pewarna alami secara optimal.
- Ecoprinting: proses pewarnaan dan cetak alami tumbuhan pada kain, kertas, atau benang.
- Finishing: proses cuci dan bilas setelah 7 hari dari proses ecoprinting.
Setelah ikut online gathering ini aku mulai tertarik untuk mengumpulkan baju dan kain bekas layak pakai untuk dihias dengan metode ecoprinting. Menurutku prosesnya mudah dan murah. Kamu mau coba juga?
Posting Komentar
Posting Komentar